11.6.09

SANITASI SEBAGAI TANGGUNG JAWAB BERSAMA

SANITASI SEBAGAI TANGGUNG JAWAB BERSAMA

Oleh Surya (alumni swapala angk. Perintis)

Persoalan penyediaan sanitasi yang baik bagi masyarakat sudah tidak
bisa ditunda. Sebab masalah sanitasi berkolerasi positif dengan
timbulnya berbagai penyakit semacam diare, ispa (infeksi saliran
pernafasan atas), demam berdarah, tuberculosis. Angka kematian dari
penyakit ini sungguh mencengangkan.
Di dunia, minimnya akses air bersih serta buruknya sanitasi dan
perilaku tidak sehat berkontribusi terhadap kematian 1,8 juta orang
per tahun karena diare. Sebanyak 90 persen angka kematian akibat diare
terjadi pada anak dibawah umur lima tahun (balita).
Untuk Indonesia, menurut Survei Demografi tahun 2003, sekitar 19
persen atau 100.000 anak balita meninggal karena diare.
Pada tahun 2006, tercatat 423 per 1000 anak balita terserang diare satu hingga
dua kali dalam setahun. Padahal, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO),
94 persen kasus diare dapat dicegah dengan meningkatkan akses air
bersih, sanitasi, perilaku higienis, dan pengolahan air minum skala
rumah tangga.
Hampir 80 persen rumah tangga di perkotaan menggunakan tangki septik
untuk menampung tinja manusia. Namun, penggunaan tangki septik
tersebut jauh dari syarat memenuhi standar kesehatan. Akibatnya
ratusan juta penduduk berada dibawah ancaman diare akibat bakteri E
coli yang mengontaminasi sumber air bersih. Data Departemen Kesehatan
menunjukkan, diare menjadi penyakit pembunuh kedua bayi dibawah lima
tahun atau balita di Indonesia setelah radang paru atau pneumonia.
Kualitas air minum buruk menyebabkan 300 kasus diare per 1.000
penduduk.
Sanitasi buruk dituding sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri
E coli dalam air bersih yang dikonsumsi masyarakat. Bakteri E coli
mengindikasikan adanya pencemaran tinja manusia. Kontaminasi terjadi
pada air tanah yang banyak disedot penduduk di perkotaan, dan sungai
yang menjadi sumber air baku di PDAM pun tercemar bakteri ini.
Sementara itu, masalah sanitasi belum dijadikan prioritas pembangunan
oleh para pengambil keputusan. Hal itu tampak dari alokasi anggaran
yang minim. Tak heran, sanitasi di Indonesia sampai sekarang masih
terhitung buruk. Sesungguhnya perwujudan tersedianya sanitasi yang
memadai beserta perilaku hidup sehat masyarakat merupakan
langkah-langkah preventif terhadap ancaman berbagai macam penyakit.

Langkah preventif ini ternyata lebih efektif menjauhkan dari
penderitaaan si sakit juga dari segi biaya yang dikeluarkan pihak
pemerintah untuk anggaran kesehatan. Daripada anggaran tersedot
membangun rumah sakit, penyediaan obat-obatan, penyediaan dokter dan
perawat, lebih tepat mengurangi angka timbulnya penyakit dengan
membangun sarana air bersih, tangki septik yang baik, dan gizi yang
mencukupi. Ini bukan berarti menampik perangkat kesehatan tersebut
melainkan mengubah cara berpikir kita mengenai makna sehat itu
sendiri.

Related Post



0 komentar:

Posting Komentar