17.4.15

TENTANG SEBUAH PERJALANAN | REFLEKSI 15 TAHUN SWAPALA KALIJAGA

"Sebuah tulisan tentang sejarah singkat berdirinya organisasi Swapala Kalijaga yang sempat ditulis oleh salah satu pendirinya yaitu Henry Setiawan (002/SWP-KJ/P/Paradisaea rudolphi) pada HUT 15 Tahun Swapala-Kalijaga 09 September 2014 lalu"
Tulisan asli silahkan buka link Berikut : Klik di Sini


HUT 15 Tahun Swapala Kalijaga 09 September 2014

Mencoba mengais sisa ingatan 15 tahun yang lalu. Tepat di hari ini tanggal 9 september 1999, malam hari setelah pertemuan pertama kegiatan ekstrakurikuler pencinta alam di SMA (dulu bernama SMU) Negeri 1 demak. Banyak hal yang menjadi gambaran, rencana bahkan mimpi tentang bagaimana nantinya organisasi ini berjalan. Dan jujur saja saat itu sama sekali tidak ada bayangan kelompok ini akan tetap ada hingga 15 tahun kemudian. Bahkan sama sekali saya tidak berpikir tentang perasaan yang akan saya rasakan 15 tahun kemudian ketika melihat organisasi ini. Yang ada dalam benak saya saat itu cukup sederhana, saya punya wadah untuk menyalurkan hobi mendaki gunung, itu saja. Sebab sejak beberapa tahun sebelumnya saya sudah punya hobi hiking, camping dan jalan-jalan di hutan, juga sudah 2 tahun sebelumnya mengusulkan untuk diadakan kegiatan ekstrakurikuler pencinta alam ini.
Sedikit memundurkan waktu lagi, 2 tahun sebelum 9 september 1999, saya masuk ke SMAN 1 Demak sebagai siswa baru di kelas 1. Saya dikenal sebagai siswa yang cukup “bandel”, sering keluar masuk ruang konseling sekolah dan sering berurusan dengan pelanggaran tata tertib sekolah. Tapi hal tersebut justru memberi nilai lebih, sebab saya jadi lebih dikenal oleh warga sekolah, terutama guru. Saya jadi memiliki keberanian untuk bicara di depan umum, hingga saya berani mengusulkan untuk diadakan kegiatan ekstrakurikuler pencinta alam. Bersama beberapa kawan yang memiliki kegemaran yang sama, kami mencoba untuk mengusulkan  untuk diadakan ekstrakurikuler pencinta alam. Tetapi usulan kami tidak dapat direalisasikan karena beberapa alasan, salah satunya belum ada orang yang siap dan mampu menjadi pelatih, sebab aturan di sekolah kami setiap kegiatan apapun harus ada pelatihnya. Benar kami kecewa, tapi perjalanan tidak seketika berhenti, kami tetap melakukan hobi kami mendaki gunung meski tanpa adanya wadah untuk menyalurkannya juga untuk tempat belajar. Tahun kedua, kami mencoba kembali untuk mengusulkan, tapi kami masih mendapatkan jawaban yang sama. Tak peduli begitu besar rasa kecewa saat itu, kami tetap teguh pada pendirian untuk tidak menghentikan kegemaran kami, juga tidak habis untuk terus yakin bahwa suatu saat kegiatan ini pasti akan didukung pihak sekolah. Sumbing, sindoro, ungaran, merbabu, dan lain-lain terus menjadi tempat bermain kami, sambil terus mengumpulkan kawan sehobi dan saling memupuk semangat. Hingga tanpa terasa ujian kenaikan kelas pun datang, dan kami naik ke kelas 3. Masih dengan semangat yang sama kami kembali mengusulkan kegiatan ini, tapi lagi-lagi kami mendapatkan penolakan dengan alasan yang sama, ditambah dengan alasan bahwa kami sudah kelas 3 dan harus konsentrasi menghadapi ujian nasional (waktu itu masih bernama EBTANAS). Kecewa berat-lah yang kami rasakan. Tapi tidak lama berselang, tiba-tiba kami dihubungi oleh bapak pembina OSIS sekaligus Waka Kesiswaan yaitu Pak Kirno, kami diberitahukan bahwa kegiatan ekstrakurikuler pencinta alam resmi dibuka dan kelompok kami diminta untuk mengurusnya. Tentu saja kami senang, tetapi masih ada beberapa pertanyaan yang mengganjal, yaitu siapa nanti yang akan menjadi pelatih? kami sudah kelas 3 bagaimana kami akan mempersiapkan ujian jika masih ikut kegiatan? Bagaimana cara penggalangan pesertanya? Dan lain sebagainya. Dan jawaban dari Pak Kirno pun cukup mengejutkan. Pelatih sudah ada tinggal adakan pertemuan, kami tidak perlu takut menghadapi ujian, tetaplah ikut kegiatan, toh kalaupun kami dilarang ikut kegiatan masih tetap naik gunung kan? Segera sebarkan formulir ke siswa kelas 1 dan 2 untuk ikut kegiatan ini. Dan hari kamis tanggal 9 september 1999 kami disuruh untuk mengadakan pertemuan pertama (selanjutnya tanggal 9 september 1999 disepakati sebagai hari lahirnya organisasi pencinta alam SMAN 1 Demak yang nantinya bernama SWAPALA KALIJAGA).
Pertemuan pertama
Sore hari, kamis 9 september 1999, hari dimana waktu itu berhembus isu akan datangnya hari kiamat, dengan penuh semangat kami datang untuk pertemuan pertama kegiatan ekstrakurikuler pencinta alam di SMAN 1 Demak. Memilih salah satu ruangan di sekolah, kami mengumpulkan anak-anak kelas 1, 2 dan 3 yang berminat dengan kegiatan baru ini. Sebagian besar dari mereka masih belum mengerti tentang kegiatan ini, informasi tentang kegiatan petualangan saat itu masih minim. Belum ada media internet, bahkan televisi masih sangat jarang menyiarkan kegiatan-kegiatan petualangan. Saya tidak ingat berapa orang yang waktu itu datang, yang jelas ruangan 1 kelas penuh. Beberapa saat setelah kami kumpul, masuklah seorang pria paruh baya, berperawakan kurus tapi terlihat tegap dan kuat. Tak lama beliau membuka pertemuan dengan memperkenalkan diri, namanya Sarjono dan kami selanjutnya memanggil beliau dengan sebutan Pak Jon. Beliaulah yang menjadi pelatih pertama kami. Beliau mulai memperkenalkan tentang pencinta alam, tentang kegiatan-kegiatannya, tentang ilmu dan tatacara berpetualang yang baik, dan lain-lain. Hingga hari menjelang petang akhirnya beliau menutup pertemuan pertama hari itu dan menyepakati untuk bertemu kembali kamis depan. Seusai pertemuan pertama tersebut saya dan beberapa teman “senior” lainnya menemui beliau secara khusus dan mengobrol tentang bagaimana kelanjutan dari kegiatan ini. Sungguh luar biasa, pertemuan dan perkenalan pertama seolah beliau sudah menganggap kami seperti saudaranya (pelajaran pertama untuk pencinta alam, pendaki atau apapun istilahnya adalah PERSAUDARAAN). Dan beliau bahkan mengajak kami main ke rumahnya yang lokasinya tidak jauh dari lingkungan sekolah.

Bapak Sarjono (Pak Jon) Pelatih Pertama Swapala Kalijaga
Kegiatan luar sekolah pertama
Sekitar bulan oktober, setelah beberapa kali pertemuan kami merencanakan untuk kegiatan keluar sekolah, dan kami sepakat kegiatan pertama ini adalah pendakian ke gunung ungaran, jawa tengah. Lokasi ini kami pilih karena relatif dekat dan tidak terlalu ekstrim untuk ukuran pemula atau pertama kali mendaki gunung. Peserta kegiatan ini kurang lebih 30 orang, saya lupa berapa jumlah pastinya. Dan di sela kegitan ini diadakan acara malam berupa pengukuhan calon anggota di area barak promasan. Pak Jon yang waktu itu menjadi pelatih kami didampingi oleh beberapa rekan dari jepara, mereka pula lah yang menjadi senior kami dan memberi banyak pelajaran tentang ke-pencinta alam-an yang kami semua belum tahu. Kegiatan secara keseluruhan berjalan lancar dan sukses. Setelah kami menggapai puncak pada pagi hari, kami pun turun dan pulang dengan membawa pengalaman baru yang sangat berharga. Meskipun pendakian itu bukan pendakian gunung ungaran pertama saya, tapi pendakian itu saya rasakan sangat berbeda, sebab kami bukan sekedar berjalan untuk menggapai puncak saja, kami diberikan pelajaran dan bekal untuk memajukan organisasi ini nanti di kemudian hari. Kami semua diberikan bekal berupa pendidikan mental supaya kami siap mengahadapi tantangan apapun di kemudian hari ketika menjalankan organisasi dan beraktifitas di alam bebas. Kami mendapatkan pelajaran baru dan lebih mendalam tentang kekompakan dan tentang persaudaraan.
Pose sebelum berangkat kegiatan pendakian pertama (oktober 1999)
Tentang rencana pembentukan angkatan pertama
Hingga usai kegiatan pertama yaitu pendakian gunung ungaran dan pengukuhan calon anggota, organisasi kami masih belum punya bentuk. Organisasi belum memiliki nama, belum punya lambang, bahkan belum ada kepengurusan. Dan tim kami (senior kelas 3) yang saat pertemuan pertama masih banyak personilnya kini semakin berkurang. Sebagian besar sudah mulai sibuk untuk persiapan menghadapi ujian nasional. Kami tinggal 3 orang, yaitu yacob, salis dan saya sendiri dibantu satu orang kawan dari sekolah lain bernama arfa alias onank dan satu orang lagi sudah alumni bernama edi alias wayank. Dan berdasarkan instruksi dari Pak Jon dan rekan, bahwa sebuah organisasi bisa dianggap organisasi dengan syarat memiliki nama organisasi, pengurus, lambang, program kerja dan anggota. Untuk nama organisasi masih dalam pencarian, karena kami tidak mau main-main dengan organisasi ini, kami memiliki visi yang jauh ke depan maka nama organisasi harus dipikirkan secara mendalam, begitu pula dengan lambangnya. Akhirnya kami memutuskan untuk lebih dulu memikirkan keanggotaan. Berdasarkan pengalaman dari Pak Jon dan visi ke depan, untuk keanggotaan harus melewati proses sedemikian rupa berupa diklatsar dan pelantikan. Maka sebelum membentuk angkatan pertama, harus terlebih dulu membentuk angkatan perintis. Angkatan yang nantinya akan mendidik dan melantik angkatan pertama. Maka kami diberikan instruksi untuk memilih 10 orang dari seluruh peserta kegiatan ekstrakurikuler yang paling menonjol, baik keaktifannya, intelejensinya, semangatnya dan tentu saja yang paling utama dedikasinya. Maka setelah melalui beberapa tahapan pencarian dan seleksi, terpilihlah 10 orang diantaranya saya sendiri, yacob, suko, leon, ismail, sinik, dhina, budi, vina dan erna untuk dididik secara khusus berupa diklatsar sebagai angkatan perintis pencinta alam SMAN 1 Demak (masih belum punya nama organisasi). Kami ber 10 menjalani kegiatan diklatsar di jepara di sekitar area SMA Tahunan selama 2 hari 1 malam (hari dan tanggalnya lupa). Mengingat terlalu singkatnya waktu, maka kegiatan dipadatkan sedemikian rupa sehingga berasa menjadi jauh lebih berat. Jujur saja kegiatan diklatsar saat itu benar-benar jauh dari dugaan saya. Saya berpikir akan menjalani pendidikan yang santai, tetapi sesungguhnya sangatlah berat. Tapi entah kenapa sama sekali tidak ada rasa penyesalan mengikuti pendidikan tersebut. Mungkin karena semangat dan keinginan memajukan organisasi jauh lebih besar daripada tantangan yang kami hadapi saat itu. Dan bagaimanapun juga diklatsar itu benar-benar bisa membuka nurani kami dan benar-benar bisa membentuk mental, kepribadian bahkan ideologi kami semua. Kami semakin semangat untuk membentuk organisasi dan memperjuangkannya sampai kapanpun hingga benar-benar menjadi organisasi yang maju. Maka setelah usai kegiatan diklatsar tersebut, telah resmilah terbentuk angkatan perintis kelompok pencinta alam SMAN 1 Demak.
Tentang nama organisasi dan lambangnya
Beberapa waktu setelah usai terbentuknya angkatan perintis, kami 10 orang segera membagi tugas untuk melanjutkan program berikutnya, yaitu merencanakan diklatsar dan pembentukan angkatan pertama, menentukan nama organisasi, menentukan lambang, program kerja, dan lain-lain. Begitu banyak tugas menunggu didepan mata dengan waktu yang relatif singkat. Kami hanya punya waktu sekitar 2 bulan untuk merencanakan semua itu. Dengan yacob sebagai ketua koordinator dan saya sebagai wakilnya, mulailah kami melangakah. Target yang pertama harus segera ditentukan dan disepakati adalah memilih nama organisasi dan lambangnya. Setelah melalui perdebatan panjang dan mempertimbangkan beberapa usulan maka disepakatilah nama SWAPALA KALIJAGA sebagai nama organisasi kami. Nama yang kami pilih ini tentunya bukan sekedar nama, sebab kami pun memikirkan makna filosofisnya demi menjadi sebuah visi untuk menjadi abadi nantinya organisasi ini. Dan makna dari nama ini terdiri dari 2 makna yaitu tersirat dan tersurat. Makna tersuratnya adalah singkatan dari Siswa-siswi Pencinta Alam Kalijaga. Nama kalijaga sebagai identitas asal kami berada yaitu Demak, dimana nama Kalijaga dikenal sebagai wali terkemuka yang berasal dari Demak. Sedangkan untuk makna tersiratnya adalah Swapala Kalijaga terdiri dari suku kata Swa artinya sendiri atau diri sendiri, Pala dan Kali berupa simbol dari alam yaitu buah pala sebagai simbol alam raya dan Kali atau sungai sebagai simbol alam juga dan kali/sungai juga bisa menjadi indikator terjaganya atau rusaknya alam. Dengan sungai yang terjaga kelestarian dan kebersihannya maka terjaga pula kelestarian alam. Sedangkan kata Jaga tentu saja berarti jaga/tidak tidur atau menjaga atau waspada. Secara keseluruhan maka Swapala Kalijaga memiliki makna siap sedia menjaga kelestarian alam (sungai, pala (tumbuhan/hutan) dan segala isinya) dimulai dari diri sendiri (swa). Sayangnya pendokumentasian segala proses waktu itu masih kurang, baik file catatan maupun dokumentasi foto, yang tersisa hanya sisa-sisa ingatan di kepala yang semakin memudar. Alhasil saya sendiri gagal mengingat secara detail tanggal dan waktu segala proses bersejarah itu terjadi. Sedangkan untuk lambang organisasi, juga melalui proses yang hampir serupa, melalui beberapa usulan dan perdebatan yang cukup panjang. Akhirnya kami pun sepakat menggunakan lambang yang diusulkan oleh Pak Jon dan tetap menggunakannya hingga sekarang dan seterusnya. Sedangkan untuk warna kebesaran kami memilih warna orange/jingga sebagai dasar untuk bendera dan atribut organisasi berupa syal/slayer. Alasan memilih warna orange adalah warna inilah yang paling terang dan menonjol jika berapa di tengah rimbunnya hutan. Bisa berfungsi sebagai tanda jika mengalami hal buruk misal tersesat, sebab warna orange cukup kontras di antara warna pepohonan dan bisa dilihat dari jarak yang cukup jauh.
Lambang Swapala-Kalijaga
Diklatsar dan pelantikan angkatan pertama
Hingga usai penentuan nama dan lambang organisasi, 10 orang angkatan perintis Swapala Kalijaga masih cukup solid dan kompak. Meski beda pendapat terkadang juga terjadi, tetapi kami selalu bisa memecahkan masalah dan mendapatkan solusi. Hal itu tentunya dikarenakan kami semua memiliki niat dan tujuan yang sama, dan tentu saja kami selalu didampingi oleh pelatih kami Pak Jon yang tak pernah lelah memberi nasehat, solusi, pemecahan masalah, dan tentu saja kopi sebagai pemicu semangat dan inspirasi.
Target berikutnya yang harus kami jalankan adalah kegiatan diklatsar dan pelantikan sebagai pembentukan angkatan pertama Swapala Kalijaga. Kami membentuk kepanitiaan dari 10 orang tim perintis tersebut. Bekerja dalam waktu singkat, dengan personil terbatas dan untuk melaksanakan kegiatan besar tentunya bukan hal yang mudah. Segala hal harus dipersiapkan dengan baik sebab kegiatan diklatsar yang pertama adalah untuk pembentukan pondasi organisasi. Jika sampai kegiatan ini gagal, maka gagal pula kami membentuk organisasi ini. Maka segala hal kami curahkan dengan penuh semangat dan keikhlasan. Mulai dari merencanakan lokasi, waktu pelaksanaan, lama kegiatan, isi kegiatan, dan lain-lain. Dengan deskripsi tugas masing-masing dan bekerja secara kolektif kami merencanakan kegiatan ini. Sesuai kesepakatan bersama, kami kembali memilih lokasi di promasan, gunung ungaran sebagai lokasi kegiatan diklatsar. Dengan pertimbangan keamanan, kenyamanan, dan kelayakannya maka lokasi promasan ini sudah cukup memenuhi syarat, dan sebagian besar panitia sudah menguasai medan (sudah beberapa kali ke lokasi). Kegiatan diklatsar angkatan pertama dilaksanakan bulan Januari tahun 2000, hari dan tanggalnya saya lupa, yang jelas kalau tidak salah sekitar 4 hari sebelum lebaran haji (idul adha). Kegiatan dilaksanakan selama 3 hari 2 malam dan diikuti oleh sekitar 25 orang peserta. Kami panitia hanya 10 orang, tentu saja kami kewalahan dan hampir dipastikan tidak akan sanggup menangani keseluruhan kegiatan, beruntung kami dibantu oleh tim instruktur yang dibawa oleh Pak Jon dari Jepara dan Semarang. Kegiatan berlangsung dengan lancar dan selesai tepat waktu dengan ditandai dilantiknya seluruh peserta dan mereka resmi menjadi anggota Swapala Kalijaga angkatan pertama. Rasa lelah yang luar biasa serasa seketika hilang ketika mengetahui kegiatan telah usai, lancar dan sukses. Maka resmilah Swapala Kalijaga menjadi organisasi yang lengkap dengan anggota, nama dan lambang. Kamilah Swapala Kalijaga SMAN 1 Demak orgaanisasi pencinta alam tingkat pelajar yang PERTAMA di kabupaten demak.

Suasana Pelantikan Anggota Angkatan Pertama (Promasan, Januari 2000)
Suasana Pelantikan Anggota Angkatan Pertama (Promasan, Januari 2000)

Pasang surut organisasi
Sebagai rintisan organisasi baru tentu saja tantangan yang dihadapi tidaklah sedikit. Berbagai permasalahan datang silih berganti. Sebagai kegiatan baru yang masih awam di masyarakat Demak, aktifitas kami selalu mengundang tanda tanya, sebab kegiatan kami yang banyak dilakukan di luar ruangan seperti di hutan, gunung, pantai dan lain sebagainya. Tidak sedikit yang mencibir dan menganggap kegiatan ini tidak ada manfaatnya, hanya membuang waktu, uang serta berpotensi terjadi tindakan atau perilaku asusila. Bahkan tidak sedikit orang tua siswa yang tidak mengijinkan anaknya untuk mengikuti kegiatan ini. Bahkan saya sering menemani Pak Jon mendatangi orang tua siswa yang membutuhkan penjelasan secara langsung mengenai kegiatan ini. Semua itu kami lakukan demi tetap berlangsungnya organisasi ini, sebab sebagai organisasi baru, atau sebagai kegiatan ekstrakurikuler baru, pihak sekolah masih menuntut anggota/peserta sesuai ketentuan minimal jumlah anggota. Jika peminat atau anggota Swapala Kalijaga hanya sedikit maka kegiatan ini terancam dibubarkan. Dengan berbagai usaha dan upaya tersebut, kami berhasil memenuhi ketentuan pihak sekolah. Selain itu, kami pun menjawab segala cibiran dengan melakukan tindakan nyata untuk kelestarian alam, berupa mengikuti kegiatan-kegiatan konservasi seperti penghijauan, bersih gunung dan lain sebagainya. Beberapa kali mengikuti perlombaan berupa lintas alam, karya ilmiah, panjat dinding, dan kami pun tidak jarang bisa meraih predikat juara.
Selain beberapa permasalahan itu, tak jarang juga ada permasalahan yang timbul dari dalam. Mulai dari meredupnya semangat anggota, perselisihan, hingga upaya penghancuran organisasi dari dalam. Tetapi dengan segala keteguhan hati, saya beserta kawan-kawan yang masih peduli masih bisa terus mempertahankan Swapala Kalijaga hingga saat ini dan bisa mengatasi segala permasalahan yang muncul.

Dari organisasi menjadi sebuah “rumah”
Sejak awal berdirinya Swapala Kalijaga, hal pertama yang kami pelajari adalah prinsip kekeluargaan dan ikatan persaudaraan. Hingga prinsip dan pelajaran itu pun terus menurun dan mengakar di seluruh angkatan. Kami semua berprinsip bahwa Swapala Kalijaga adalah keluarga, sehingga satu sama lain harus memiliki kesadaran dan kemauan untuk saling membantu, saling menjaga dan saling melindungi satu sama lain. Layaknya sebuah keluarga, maka kami semua memiliki rumah yaitu organisasi Swapala Kalijaga. Jadi dimanapun para anggota terutama yang sudah alumni berada, sejauh apapun mereka mengembara, mereka selalu memiliki “rumah” untuk “pulang” melepas rindu, menemukan kenyamanan dan tentu saja memiliki keluarga. Maka dengan prinsip tersebut, setiap angkatan baru yang baru saja dilantik memiliki tanggung jawab menjaga “rumah” ini tetap ada dan tetap nyaman untuk disinggahi serta memiliki tanggung jawab untuk melahirkan anggota keluarga baru. Begitu seterusnya tanpa terputus.
Hingga tanpa saya sadari kini telah 15 tahun sejak malam tanggal 9 september 1999, ketika saya tidak sempat memikirkan ekspektasi hingga sejauh ini untuk Swapala Kalijaga, ketika keinginan saya waktu itu hanya sesederhana itu.
Telah banyak waktu saya habiskan untuk Swapala Kalijaga, berusaha terus menjadikannya sebagai “rumah” yang nyaman untuk seluruh anggota. Betapa besar rasa sayang yang saya miliki untuk Swapala Kalijaga, hingga selalu mengeluarkan rasa haru yang tak terhingga setiap tahun di tanggal 9 september. Tanggal ini akan selalu sakral untuk saya secara pribadi. Di Swapala Kalijaga lah keluarga kedua saya. Di sini lah juga saya dipertemukan dengan pendamping hidup saya, seorang anggota dari angkatan VII (096/SWP-KJ/Varanus komodoensis) bernama Sholihah yang kini menjadi istri.
Tentang perjalanan yang tak ingin berakhir
Masih dengan sisa ingatan yang ada, saya masih berusaha mengingat kisah perjalanan ini. Perjalanan yang dulu diawali dengan keinginan sederhana, hingga berubah menjadi perjalanan yang tak ingin berakhir. Proses 15 tahun ini serasa begitu singkat, tapi juga memunculkan sedikit kehawatiran bagaimana jadinya jika nanti harus berakhir. Sejujurnya saya belum bisa membayangkan bagaimana rasanya jika memang terjadi. Harapan yang ada saat ini adalah semoga generasi-generasi sekarang dan selanjutnya masih mewarisi semangat dan dedikasi yang sama kuatnya dengan para pendahulu terutama para perintis. Bukan sekedar untuk menghargai mereka yang telah memperjuangkan organisasi ini, tetapi untuk terus membangun dan menjaga “rumah” ini terus kokoh berdiri dan terus menjadi pelindung dari segala mara bahaya serta menjadi tempat yang nyaman untuk bercengkerama.
Demikian kisah tentang perjalanan dari sisa ingatan yang telah berusaha keras saya tumpahkan dalam bentuk tulisan, semoga saja bisa memberi inspirasi bagi generasi baru Swapala Kalijaga. Semoga bisa semakin menggugah semangat dan dedikasi terhadap “rumah” dan keluarga kita. Mari terus kita jadikan Swapala Kalijaga sebagai tempat yang nyaman untuk saling berbagi dan menyayangi sebagai keluarga. Ingatlah dan tanamkan selalu di dalam hati kalian bahwa “perjalanan ini TIDAK BOLEH berakhir”.
Solidarity Forever…!!!
Swapala Kalijaga… JAYA…!!!
0909’14
Henry B.S
(002/SWP-KJ/P/Paradisaea rudolphi)
** Daftar nama anggota angkatan perintis :
1. Yacob Priyo Triantoro (Ketua) (001/SWP-KJ/P/Paradisaea rudolphi)
2. Henry Bella Setiawan (002/SWP-KJ/P/Paradisaea rudolphi)
3. Suko Widjaksono (003/SWP-KJ/P/Paradisaea rudolphi)
4. Surya Leon Ardianto (004/SWP-KJ/P/Paradisaea rudolphi)
5. Ismail Musa (005/SWP-KJ/P/Paradisaea rudolphi)
6. Erna Trimulyani (006/SWP-KJ/P/Paradisaea rudolphi)
7. Sinik Isfahani Ulya (007/SWP-KJ/P/Paradisaea rudolphi)
8. Budi Setyani (008/SWP-KJ/P/Paradisaea rudolphi)
9. Dhina Novita Rahmaulfa (009/SWP-KJ/P/Paradisaea rudolphi)
10. Vina Amalia Virgonita (010/SWP-KJ/P/Paradisaea rudolphi)


Related Post



0 komentar:

Posting Komentar