Peningkatan pendapatan oleh masyarakat seringkali tidak memperhitungkan akibat yang ditimbulkan, terutama dampaknya terhadap ekologis, yang secara simultan berdampak terhadap sosial ekonomi secara menyeluruh. Kemajuan yang pesat bidang teknologi memicu masyarakat turut serta memacu meningkatkan pendapatannya dengan berbagai cara dengan melibatkan keseluruhan aspek kehidupan di lingkungannya.
Kondisi saat ini di areal pesisir dan pertambakan telah terkikis (abrasi pantai) dan rob yang lebih dalam ke daratan. Tambak-tambak udang yang terkikis menjadi hilang dan berubah kondisinya menjadi laut dan akibat pemanasan global menyebabkan air masuk lebih dalam. Hilangnya tambak akibat terkikis, menghilangkan pendapatan sebagian petani tambak yang dahulunya termasuk golongan petani ‘kaya” menjadi tidak “kaya”. Kondisi ini akan mengubah perilaku petambak yang tadinya sebagai “juragan” berubah menjadi “bukan juragan”.
Ekstensifikasi ke arah pantai menyebabkan kawasan mengrove sepanjang pinggir pantai sebagai penahan gelombang dan angin serta aliran air laut hilang yang menimbulkan abrasi dan rob (banjir air laut ke arah daratan) yang lebih cepat ke arah daratan. Akibatnya sebagian tambak sepanjang pinggir pantai hilang, salinitas tambak meningkat, tegalan dan sawah menjadi salin serta hilangnya sebagian pemukiman. Produktivitas lahan menurun dan berdampak pada penurunan pendapatan dan bahkan hilangnya pendapatan yang menyebabkan kesejahteraan menurun. Perubahan kesejahteraan yang lebih baik mengakibatkan perubahan perilaku masyarakat ke arah konsumtif, pemikiran yang lebih maju dan merubah perilaku sosial secara menyeluruh. Namun sebaliknya kondisi saat ini, kesejahteraan menurun dan yang terjadi adalah munculnya kemiskinan baru. Daya serap tenaga kerja menurun dan kesejahteraan masyarakat kawasan pesisir yang terimbas ikut menurun serta dimungkinkan merubah perilaku masyarakat kawasan pesisir.
Sebanyak 26 desa di pesisir Kabupaten Demak terendam rob dalam dua dasa warsa terakhir beberapa diantarany seperti Sayung, Karangtengah dan Wedung. Salah satu desa, yaitu Senik, yang dihuni sekitar 1.200 keluarga telah hilang ditelan banjir rob dan warganya terpaksa direlokasi di Desa Gemulak sejak tahun 2007. Bahkan kini banjir rob juga masih menggenangi desa-desa di tiga kecamatan tersebut hingga ketinggian mencapai 1,5 meter serta 449 keluarga menunggu untuk direlokasi.Pada saat sama, 1.710 hektar tambak milik warga pun hilang terabrasi. Akibat bencana alam nasional itu pun disebutkan terjadi penurunan permukaan tanah hingga 12 sentimeter per tahun. Bahkan jika tidak ada penanganan serius terhadap rob dan abrasi yang semakin meluas setiap tahunnya tersebut hingga 50 tahun ke depan, pesisir Demak dipastikan tenggelam. Jalur pantura pun diprediksikan terputus pula. Global warming telah memperparah bencana rob dan abrassi di pesisir Kabupaten Demak. Jika pada era 80-an garis pantai Demak tercatat hanya sekitar 34,1 kilometer, kini setelah terabrasi semakin memanjang hingga 57,58 kilometer.
Upaya penanggulangan pasang laut dan abrasi telah dilakukan baik dengan biaya APBD maupun APBN. Bahkan warga juga telah mendapatkan bantuan bibit mangrove dan pengurukan sekolah dari LSM peduli lingkungan asal Jepang. ”Namun penanganan rob dan abrasi tersebut hanya bersifat parsial. Sehingga luasan area yang terkena rob dan abrasi meluas hingga 200 persen lebih dalam dua puluh tahun. Bahkan 268 KK mesti dipindahkan karena pemukiman mereka tak lagi layak huni.
Untuk menangani bencana rob dan abrasi setidaknya dibutuhkan biaya Rp 77 miliar lebih. Antara lain untuk pembuatan break water atau pemecah gelombang di beberapa titik di sepanjang garis pantai Demak, di samping pula mengintensifkan penanaman mangrove dan melestarikan hutan bakau yang masih tersisa. Hanya saja, dana tersebut tak mungkin mampu ditanggung sepenuhnya oleh APBD Pemkab Demak. Dibutuhkan pula kepedulian pemerintah pusat serta lembaga-lembaga pecinta lingkungan serta masyarakat, agar global warming tak semakin memperparah lingkungan pantai.
0 komentar:
Posting Komentar